Thursday, September 27, 2012

Kisah di Balik Pendirian Sekolah Gratis untuk Anak Jalanan di Penjaringan

Kamis, 27/09/2012 19:49 WIB


Prins David Saut - detikNews

Sekolah Anak Jalanan (SAJA) / David(detikcom)

Jakarta - Anak jalanan cukup mudah kita temui di jalan-jalan di Ibukota Jakarta pada siang dan malam hari. Hal ini mengetuk hati seorang pria yang mengkhawatirkan pendidikan para penerus bangsa tersebut.

Pria tersebut adalah Reinhard Hutabarat. Reihnard mengaku ketika ia aktif sebagai anggota organisasi sosial merasa prihatin dengan anak-anak jalanan. Ia pun mencari tahu alasan anak-anak yang harus mencari sesuap nasi tersebut ketimbang mendapatkan hak atas pendidikan mereka.

"Saat itu, kita melihat banyak anak-anak jalanan di saat jam sekolah. Kenapa mereka tidak sekolah? ternyata masalah krusial orang tua mereka itu dana. Mereka terbatas soal itu," kata Reinhard saat berbincang dengan detikcom, Kamis (27/9/2012).

Hal ini membuat Reinhard berinisiatif mendirikan sekolah untuk anak-anak malang tersebut tanpa dipungut biaya apa pun. Ia pun akhirnya mendirikan Sekolah Anak Jalanan (SAJA) di Penjaringan, Jakarta Utara.

"Mereka dengan pekerjaan marginal dan sembarangan, mereka kesulitan untuk bersekolah. Nah itu yang membuat saya menarik mereka dari jalan dan memberikan pendidikan," ujar Reinhard.

Sebelumnya, sekolah untuk anak jalanan yang didirikan pada tahun 2001 tersebut berada di kolong jembatan tol Wiyoto-Wiyono, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun karena sekarang dilarang, pihak pengelola memindahkan ke rumah kontrakan beruangan satu dengan satu kamar mandi.

"Pertama saya dirikan di tanah kosong di kolong jembatan itu (depan rumah kontrakan), tapi akhirnya harus pindah ke rumah ini karena tidak boleh ada bangunan di kolong," ujar Reinhard.

Sekolah gratis dengan 117 siswa dari anak jalanan tersebut juga memiliki fasilitas perpustakaan dengan koleksi buku sebanyak ratusan judul dari berbagai donatur. Tampak juga puluhan angklung dan foto-foto beragam kegiatan siswa-siswa SAJA yang penuh senyum.

"Kami pernah mendapatkan pujian dari gubernur Sutiyoso yang waktu itu bilang 'kalau perlu apa-apa hubungi saya', tapi kayaknya beliau lupa. Tapi ya kita masih mampu," ujar Reinhard yang mengaku tidak berharap banyak pada pemerintah.

SAJA memberikan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang belaku dan memiliki staf pengajar sebanyak lima guru lulusan perguruan tinggi keguruan. Tidak hanya itu, pengembangan diri dan kreativitas para siswa juga menjadi perhatian para pendidik SAJA.

"Dari TK sampai tingkat SD, kita juga memberikan bimbingan dan bantuan seragam hingga buku pelajaran untuk yang melanjutkan sekolah di sekolah-sekolah negeri," ujar Reinhard.

Reinhard masih berharap adanya alumni SAJA yang melanjutkan hingga bangku kuliah. Namun ia bersyukur salah satu mantan peserta didiknya sekarang telah bekerja di perusahaan besar di Bandung.

"Harapan saya ada yang sampai kuliah ya. Tapi ada satu alumni SAJA yang sekarang telah bekerja di Trans Studio Bandung," ujar Reinhard.

SAJA memiliki lambang seorang ibu yang memangku anaknya dan memegang sebuah buku. Lambang ini dibuat Reinhard berdasarkan kisah nyata yang ia lihat sendiri.

"Nama ini saya yang buat, dan logonya dari seorang ibu yang buta huruf memangku cucunya menunjukkan sebuah buku dongeng. Supaya cucunya mau belajar, dia seolah-olah bisa baca dengan menceritakan gambarnya," ujar Reinhard.

Reinhard menyebutkan dana operasional sekolah yang memulai kegiatan belajar mengajarnya dari pukul 07.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB tersebut berasal dari para donatur. Sekolah tersebut tidak memungut biaya apa pun kepada para siswanya yang kebanyakan adalah anak-anak dari keluarga kurang mampu.

"Dananya dengan mencari donatur, kita sama sekali tidak menarik biaya," tutup Reinhard.



Powered by BroBerry®

No comments:

Post a Comment